Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2020

Siapa

Aku pernah bertanya kepada diriku sendiri, Siapa yang harus aku percaya saat ini? Jawabannya adalah kata pertama dari bait ini. Yang paling mengenal, paling tahu, paling paham dan 'paling-paling' lainnya.

Denara

Jiwanya terbuat dari unggun-timbun sajak Terihat amat biasa dari segala nampak Namun tulangnya kebas menanggung kecewa Semakin ter-asing pun ia tahan Olokan dan kebencian Panggung yang diisi kepalsuan Malam tambah merasuk Derita semakin membusuk Ia teguh berani hidup Meski sesekali jatuh menelungkup Ia mengerang kala memandang Yang ia harap pulang ternyata jurang Dalam sunyi, harapan menari Dalam diam, ia berusaha berdiri Di kakinya sendiri Meski perih penuh duri

Malam Ini Saja

Aku berharap malam ini lebih panjang dari biasanya Agar aku bisa mengenal diriku lebih dalam Aku berharap malam ini hujan datang lebat dan hebat dari biasanya Agar aku bisa berteriak lepas dan keras Aku berharap dinding tembok lebih gagah dan kokoh dari biasanya Agar suaraku meredam, tak ada celah dan sela  Aku berharap angin lebih dingin dari biasanya Agar aku lebih bisa merasakan kehangatan dari darahku sendiri yang mengalir Boleh aku meminta malam ini lebih panjang?  Barang semalam saja... Agar aku bisa lebih akrab pada kesendirian Lebih sadar pada keresahan yang terabaikan Tolong, beri kabar kepada bulan Aku bosan terus membungkam Aku ingin berteriak lantang Tolong, beri kabar kepada semesta Aku ingin bebas bercerita Malam ini saja...

Aku Hidup!

Aku tenang dalam malam tapi aku juga kehilangan arah dalam sepi. Mereka begitu hangat, tapi mengapa hanya aku yang begitu tersiksa? Oh benar, baru kali ini aku hidup Baru kali ini aku melihat manusia-manusia itu begitu membenci Parahnya, mereka dengan tepat menancapkan busur tajam tepat pada titik kepercayaanku Lantas siapa yang harus aku percaya sekarang?   Oh..Tuhan! Aku benar-benar hidup sekarang! Selama ini aku hanya hidup dalam kungkungan fantasi dan diksi palsu Selama ini aku hanya hidup dalam celah kata dalam kalimat Aku terlalu lama berkotemplasi dengan aksara Sampai-sampai lupa kalau aku juga punya suara   Oh..Tuhan! Bagaimana caranya menjadi manusia hidup? Haruskah ku mengulang kembali belajar mengeja Atau mengulang kembali belajar penjumlahan? Terlalu payah, aku saja baru sadar kalau aku benar-benar hidup!

Manusia Dua Pagi

 Manusia yang jiwanya masih terjaga dini hari Yang selalu resah ingin dicintai Ingin diakui tanpa tetapi Lupa kalau dirinya hanya berekspetasi Aku suka dua pagi Kita bercerita tanpa berasumsi Tak peduli lagi soal diksi Pokoknya kita bebas berekspresi Kamu suka bahas apa, aku dengar Kamu mau kemana, aku kejar Kamu sulit dipahami, aku belajar Pokoknya ajari aku dengan sabar Selama masih dua pagi, kamu boleh menari, bergurau-apapun itu Kamu juga boleh memanggilku gadis yang malang, bodoh-apapun itu Asal masih jam dua pagi Karena jam itu milikku, yang dimana artinya segalanya tentang kamu