Berdirilah
disampingku,
Kembangkan
sayap-sayap harapan bangsa,
Taruhlah
mimpi-mimpi dan harapan disini,
Di pundak kita
Dan terbanglah
bersamaku,
Kita jatuhkan
mimpi-mimpi seantero langit
Agar ia letaknya
tinggi,
Dan harus siap
jatuh untuk mengambilnya
*****
Nusantara, bak
sebuah negri yang menyimpan triliunan kekayaan. Yang tiap lapisannya
memperlihatkan estetika bagi siapa saja yang memandang. Yang tiap desiran
tanahnya menjadi sumber-sumber kehidupan makhluk bumi. “Surga Dunia”,katanya. Siapa
yang tinggal, dialah yang beruntung.
Nusantara ibarat air di tengah gurun. Mewah, di butuhkan dan selalu dicari para musafir. Ibarat harta karun di laut terdalam. Kaya, indah, dan selalu dicari para pembajak. Tempat kadal terbesar berkembang biak. Tempat gunung dan bukit meninggi. Dan tempat dimana tunas-tunas tumbuh pertanda awal kehidupan baru.
Negeri ini seperti primadona bagi dunia. Menjadi incaran tentunya. Tak terlepas, dari bangsa eropa yang terhipnotis oleh indahnya kekayaan negri ini. Rempah-rempahlah yang menjadi andalannya. Awalnya berlaku manis melontarkan pujian dan membeli. Lama-kelamaan terkuaklah topeng dari pelakunya. Kebengisan dari wajah eropa mulai membau. Dalam keadaan lengah, sirnalah kenikmatan pribumi akan kekayaan negri ini. VOC-pun mulai memainkan perannya. Seperti Shadow Master yang ketika datang, perekonomian nusantara menjadi padam. Dari ekonomi merambat pada militer dan politik. Lagi-lagi pribumi semakin tertekan. Kerja paksa, penyetoran upeti, feodalisme, penyerahan hasil pertanian merupakan sirine bahwa penderitaan akan dimulai.
Nusantara ibarat air di tengah gurun. Mewah, di butuhkan dan selalu dicari para musafir. Ibarat harta karun di laut terdalam. Kaya, indah, dan selalu dicari para pembajak. Tempat kadal terbesar berkembang biak. Tempat gunung dan bukit meninggi. Dan tempat dimana tunas-tunas tumbuh pertanda awal kehidupan baru.
Negeri ini seperti primadona bagi dunia. Menjadi incaran tentunya. Tak terlepas, dari bangsa eropa yang terhipnotis oleh indahnya kekayaan negri ini. Rempah-rempahlah yang menjadi andalannya. Awalnya berlaku manis melontarkan pujian dan membeli. Lama-kelamaan terkuaklah topeng dari pelakunya. Kebengisan dari wajah eropa mulai membau. Dalam keadaan lengah, sirnalah kenikmatan pribumi akan kekayaan negri ini. VOC-pun mulai memainkan perannya. Seperti Shadow Master yang ketika datang, perekonomian nusantara menjadi padam. Dari ekonomi merambat pada militer dan politik. Lagi-lagi pribumi semakin tertekan. Kerja paksa, penyetoran upeti, feodalisme, penyerahan hasil pertanian merupakan sirine bahwa penderitaan akan dimulai.
Kepedihan para
pendahulu masih terasa sampai sekarang. Yang menjadi raja di negri ini malah
menunduk pada bangsa pendatang. Di negri dongeng, yang seharusnya kita berada diatas singgasana
malah meringkuk menjadi budaknya orang asing. Kedzaliman para penjajah biadab
mengantarkan kehancuran bagi kehidupan pribumi. Tindakan di luar kemanusiaan
sudah menjadi aktivitas rutin tiap harinya. Rasa kemanusian sudah benar-benar mati. Hak
manusia seperti tidak lagi berlaku.Kerajaan
nusantara yang awalnya disegani menjadi
kaku. Sifat kedaerahan masih di pertahankan sehingga rasa tak acuh terhadap
pribumi lain semakin jelas memecah persatuan. Kolonial semakin gencar mengadu
domba sana-sini. Lewat kehandalannya menipu, ia mempermainkan raja-raja seperti
boneka.
Rakyat harus bekerja keras demi sesuap nasi. Harus membayar apa yang ia miliki di tanahnya sendiri. Peraturan yang dibuat semakin menambah sejarah penderitaan. Kekayaan benar-benar dikeruk habis. Keserakahan itu membuat para penjajah terlihat seolah-olah seperti iblis.
Terputuslah harapan pribumi, hidup enggan mati senggan. Tatapan kosong dan raut wajah putus asa sudah menjadi khas. Mereka hidup hanya untuk penjajah. Seperti tawanan yang mengikuti semua instruksi atasan, jika membantah habislah nyawanya. Bahkan mungkin, para orangtua saat itu memilih untuk tidak memiliki keturunan.Bukan hanya harta yang diambil, nyawa keluarga mereka, semangat, psikis mereka di renggut habis oleh para penjajah dzalim. Bunuh-membunuh sudah tidak asing lagi. Ribuan mayat dingin pribumi bertebaran di tanah miliknya sendiri. Ngilu.
Mimpi jutaan kepala pribumi hanya satu, mereka hanya ingin kebebasan. Kebebasan yang sebenar-benarnya kebebasan. Mereka ingin bernafas dengan tenang tanpa ada paksaan. Mereka ingin memaknai bahwa hidup itu adalah anugerah dari Tuhan.350 tahun nusantara dijajah bukan waktu yang singkat. Perlawanan dari pribumi yang menanamkan rasa nasionalisme tinggi tentu tidak berdiam diri ketika aset negrinya dikuasai oleh pencuri ber-tank. Dengan segala keyakinan dan ambisi kuat untuk bebas, mereka berjuang sampai titik darah penghabisan. Merekalah pahlawan nusantara. Yang tidak takut dengan senapan atau bantaian. Yang berani maju membela yang lemah. Yang mementingkan nasib orang banyak tanpa takut nyawanya sendiri terancam.
Yang di dadanya hanya ada satu misi. Di darahnya mengalir semangat jihad. Kaki yang tak gentar melangkah dan tangannya tak henti membela. Semua yang mereka miliki semata-mata untuk nusantara. Dan perjuangan itu tidak akan pernah berhenti sampai mereka benar-benar mengusir para tikus penjajah.Dengan modal bambu runcing dan semangat, ia tetap menuntut hak manusia. Pertumpahan darahpun seringkali terjadi. Harus ada yang memulai untuk sebuah kebebasan. Harus ada yang berani untuk menentang kedzaliman. Itulah pemikiran para mujahid yang percaya kekuatan Tuhan masih ada dan kita sebagai manusia layak diperlakukan sebagai manusia.
Peluru menembus kulitnya pun tak menyurutkan semangat juang. Justru semakin berkobar dan meletup-letup. Pedihnya penyiksaan fisik tidak mengubah keyakinan bahwa nusantara akan kembali pada pemiliknya. Sampai pada akhirnya, para pahlawan menemukan titik puncak perjuangannya dengan kemerdekaan.
Rakyat harus bekerja keras demi sesuap nasi. Harus membayar apa yang ia miliki di tanahnya sendiri. Peraturan yang dibuat semakin menambah sejarah penderitaan. Kekayaan benar-benar dikeruk habis. Keserakahan itu membuat para penjajah terlihat seolah-olah seperti iblis.
Terputuslah harapan pribumi, hidup enggan mati senggan. Tatapan kosong dan raut wajah putus asa sudah menjadi khas. Mereka hidup hanya untuk penjajah. Seperti tawanan yang mengikuti semua instruksi atasan, jika membantah habislah nyawanya. Bahkan mungkin, para orangtua saat itu memilih untuk tidak memiliki keturunan.Bukan hanya harta yang diambil, nyawa keluarga mereka, semangat, psikis mereka di renggut habis oleh para penjajah dzalim. Bunuh-membunuh sudah tidak asing lagi. Ribuan mayat dingin pribumi bertebaran di tanah miliknya sendiri. Ngilu.
Mimpi jutaan kepala pribumi hanya satu, mereka hanya ingin kebebasan. Kebebasan yang sebenar-benarnya kebebasan. Mereka ingin bernafas dengan tenang tanpa ada paksaan. Mereka ingin memaknai bahwa hidup itu adalah anugerah dari Tuhan.350 tahun nusantara dijajah bukan waktu yang singkat. Perlawanan dari pribumi yang menanamkan rasa nasionalisme tinggi tentu tidak berdiam diri ketika aset negrinya dikuasai oleh pencuri ber-tank. Dengan segala keyakinan dan ambisi kuat untuk bebas, mereka berjuang sampai titik darah penghabisan. Merekalah pahlawan nusantara. Yang tidak takut dengan senapan atau bantaian. Yang berani maju membela yang lemah. Yang mementingkan nasib orang banyak tanpa takut nyawanya sendiri terancam.
Yang di dadanya hanya ada satu misi. Di darahnya mengalir semangat jihad. Kaki yang tak gentar melangkah dan tangannya tak henti membela. Semua yang mereka miliki semata-mata untuk nusantara. Dan perjuangan itu tidak akan pernah berhenti sampai mereka benar-benar mengusir para tikus penjajah.Dengan modal bambu runcing dan semangat, ia tetap menuntut hak manusia. Pertumpahan darahpun seringkali terjadi. Harus ada yang memulai untuk sebuah kebebasan. Harus ada yang berani untuk menentang kedzaliman. Itulah pemikiran para mujahid yang percaya kekuatan Tuhan masih ada dan kita sebagai manusia layak diperlakukan sebagai manusia.
Peluru menembus kulitnya pun tak menyurutkan semangat juang. Justru semakin berkobar dan meletup-letup. Pedihnya penyiksaan fisik tidak mengubah keyakinan bahwa nusantara akan kembali pada pemiliknya. Sampai pada akhirnya, para pahlawan menemukan titik puncak perjuangannya dengan kemerdekaan.
Pilu rasanya ketika sekarang menyadari, Indonesia telah merdeka sejak lama namun sebenarnya belum benar-benar merdeka. “Penjajahan” ternyata masih menyelinap di sendi-sendi peradaban nusantara saat ini. Gaya hidup, kebudayaan sampai politik masih tersisa bercak-bercak habits kolonial tempo dulu. Rasa menghargai dan nasionalisme seperti dingin di masyarakat. Hanya berkata perlu tetapi tidak dilakukan. Seolah hanya sejarah yang sudah berlalu dan hilang. Miris.
Untuk rekan sesama penerus bangsa,
Menyayat hati ketika kita tengok kisah dibalik sejarah nusantara. Kita yang sekarang masih bisa bernafas tenang dan tertawa bebas tanpa khawatir. Kita yang masih bisa menikmati kekayaan dan berjalan bebas di atas negri ini. Ikan di laut kita nikmati. Buah-buahan segar dan rempah-rempah kita makan hampir setiap hari. Apakah ada kata yang lebih hebat dari “bersyukur”?
Siapakah yang berjuang atas kenikmatan ini,hei kawan! Bendera kita berkibar elok di langit. Hak manusia, perekonomian, pendidikan sudah jelas hukumnya dan hei siapa? Siapa yang benar-benar berjuang atas merdeka nya negri ini?
Luangkan sejenak untuk memahami sejarah. Hargailah jerih payah pahlawan kita yang sudah berkorban nyawa. Rasakan darahnya mengalir hangat di tubuh kita, rasakan getaran kakinya ketika membawa senjata maju untuk merdeka. Bayangkan senyum kakunya mengembang tersirat “lanjutkan nak!"
Inilah tugas kita, bekal dan misi dari para leluhur untuk melanjutkan perjuangan. Perjuangan dalam konteks mengejar ilmu dan mempertahankan keutuhan persatuan negri ini.
Berdirilah
disampingku,
Kembangkan
sayap-sayap harapan bangsa,
Taruhlah
mimpi-mimpi dan harapan disini,
Di pundak kita
Dan terbanglah
bersamaku,
Kita jatuhkan
mimpi-mimpi seantero langit
Agar ia letaknya
tinggi,
Dan harus siap
jatuh untuk mengambilnya
Satu pesanku, Belajarlah sejarah agar kau lebih
menghargai akan sesuatu.
by Fitri Wulandari
Comments
Post a Comment