![]() |
pict by pexels.com |
Hanya malam yang tau, cermin yang lihat dan angin yang
dengar...
Yang
sedang terjadi tidak tau, tapi hati seperti ingin menarik kesimpulan. Mungkin roda kehidupan sedang berjalan
dibalik penglihatan. Aku merasakan keganjalan yang tak biasa, sembari menelusuri
dokumen dokumen penting dalam pikiran…
Nafas yang tersangkut di tenggorokan dan sesaknya saluran
alveolus diiringi detukan cepat jantung. Rindu? Oh ya. Rindu, semacam perasaan
akan keinginan luar biasa untuk bertemu tapi sesuatu menghalang. Ketika mencoba
untuk keluar dari zona kerinduan, magnet batin tetap bersikeras menarik agar
aku tidak keluar. Ah, rasa ingin bertemu ini semakin berlebih.
Di depan cermin, aku bisa melihat diriku sendiri. Sosok
dengan kepasrahan akan keadaan membuat
wajahnya memucat. Kuperdalam mata bayangannya. Ya diriku sendiri. Dimensi ruang
gelap mulai menyelimuti dan menutupi kamarku. Kamarku. Seketika gelap diperdalam
pikiran yang terus bertanya”bagaimana caranya untuk keluar?”perasaan itu masih
tersisa. Tersisa satu bagian dari beberapa banyak bagian yang hilang. Nama
bagian itu disebut rindu. Berisi tentang kenangan indah luar biasa yang tidak
akan pernah bisa hilang. Tiba-tiba muncul keinginan untuk mengulang. Tapi sadar
partner yang ada di dalam cerita itu telah pergi jauh ke jalan yang berbeda,
tidak mungkin. hanya bisa kembali memutar scene yang terlewat.
Angin pasti mendengar bagaimana aku disini merindukan satu
bagian itu. Ya angin mendengar semuanya. Saking asiknya bercerita kepada angin,
tiupannya membuatku terlelap malam-malam lembap sehabis hujan. Mengantarkan ku
ke ruang mimpi yang agak dalam. Bukan. Tapi ruang rindu. Ruang dimana aku bisa
melihat dia. Dia terlihat begitu manis
dengan senyum kakunya tapi lama-kelamaan menjadi pahit. Dia seperti
berteriak aku harus pergi. Dia semakin marah jika aku mendekat. Tiba-tiba
kenangan manis itu berubah menjadi sangat menyeramkan. Aku berlari mencari
jalan keluar, dan.
Aku terbangun. Pagi sudah mulai datang. Fajar mulai meminta
izin memasuki ruanganku yang samar-samar. Sepertinya semalaman aku begitu
terlarut dalam rindu. Rindu yang berlebihan. Tapi, dia. Dia mengingatkan ku
agar aku membuka mata, bergerak maju dan tidak terbawa suasana di dimensi lalu.
Aku hanya diizinkan mengingatnya bukan terbawa dan kembali. Kata rindu.
Comments
Post a Comment